Kaum feminis di seluruh dunia sedang ramai menanggapi dipasarkannya serangkaian pakaian dalam bersistem penjejak teknologi tinggi GPS (global positioning system).
Mereka menilai hal tersebut tidak ubahnya sabuk "penjaga kesucian" di abad pertengahan.
"Kalau laki-laki bisa membeli produk ini, memprogramnya, lalu memberikan ke pasangan mereka agar pasangannya itu bisa dipantau, ini tentu menimbulkan kemarahan," kata Claudia Burghart, pemimpin suatu kelompok feminis Berlin sebagaimana dilaporkan Daily Mail.
"Ini sama saja seperti sabuk penjaga kesucian yang diciptakan untuk dibeli kaum laki-laki yang merasa tidak tentram," kata Burghart.
Produsen pakaian dalam itu, Lucia Lorio dari Brazil, mengemukakan rancangannya itu untuk perempuan yang modern dan "sadar teknologi".
Pakaian dalam itu terdiri dari bagian atas yang diberi renda, "bikini bottom" dan "faux pearl collar" yang dilengkapi peralatan GPS. Alat itu berada di bagian yang tembus pandang di sebelah pinggang.
"Koleksi ini...memukau perempuan dan merupakan tantangan bagi laki-laki. Biarpun si cewek memberikan 'password GPS-nya ke si cowok, si cewek tetap bisa mematikan peralatan itu," kata Lorio.
"Produk ini bukan sabuk penjaga kesucian di zaman modern. Ada cowok yang berpikir mereka bakal tetap mengawasi pasangannya , tapi mereka akan kecewa," kata Lorio.
Lorio tidak perduli dengan kontroversi yang timbul dari koleksi rancangannya, dia juga tidak ambil pusing dengan krisis keuangan global yang berdampak terhadap penjalan barang-barang mewah.
Pakaian dalam ber-GPS itu dijual mulai dari £500 (sekitar Rp8,5 juta) lengkap dengan satu peralatan standard Global Positioning System. Paling mahal dijual dengan harga £700 dengan GPS yang lebih canggih.
"Beberapa perempuan tertarik untuk membelinya untuk perlindungan," kata Lucio. Maksudnya, GPS itu diprogram untuk menemani perempuan sehingga mereka aman saat sendirian pada malam hari di luar rumah.
"Di London, New York, Rio de Janiero - di mana pun tempat berbahaya, pakaian dalam ini mungkin jadi penyelamat nyawa," katanya.
Tapi, kaum feminis di Brazil juga menyebut pakaian dalam itu sebagai penganut hubungan tuan-budak di zaman modern. Para feminis itu juga mengimbau kaum perempuan untuk memboikot produk tersebut